Pendidikan inklusi merupakan suatu
sistem layanan pendidikan khusus yang masyaratkan
agar semua anak berkebutuhan khusus dilayani di sekolah – sekolah terdekat di
kelas biasa bersama teman – teman seusianya. Hal ini berkenaan dengan adanya
hak setiap anak untuk memperoleh pendidikan yang baik. Pendidikan inklusi
mempercayai bahwa semua anak berhak mendapatkan pelayanan pendidikan yang baik
sesuai dengan usia atau perkembangannya, tanpa memandang derajat kondisi
ekonomi, ataupun kelainannya.
Gagasan utama mengenai pendidikan inklusif
ini menurut Johnson (2003:181), adalah sebagai berikut:
1) Bahwa
setiap anak merupakan bagian integral dari komunitas lokalnya dan kelas dan
kelompok reguler.
2) Bahwa
kegiatan sekolah diatur dengan sejumlah besar tugas belajar yang kooperatif,
individualisasi pendidikan dan fleksibilitas dalam pilihan materinya.
3) Bahwa
guru bekerjasama dan memiliki pengetahuan tentang strategi pembelajaran dan
kebutuhan pengajaran umum, khusus dan invidual, dan memiliki pengetahuan
tentang cara menghargai tentang pluralitas perbedaan individual dalam mengatur
aktivitas kelas.
Sekolah penyelenggara pendidikan
inklusif, tentulah sekolah umum yang telah memenuhi beberapa persyaratan yang
telah ditentukan. Beberapa persyaratan yang dimaksud diantaranya berkenaan
dengan keberadaan siswa berkebutuhan khusus, komitmen, manajemen sekolah,
sarana prasarana, dan ketenagaan. Sekolah penyelenggara pendidikan inklusis
haruslah memiliki siswa berekebutuhan khusus, memiliki komitmen terhadap
pendidikan inklusi, penuntasan wajib belajar maupun terhadap komite sekolah.
Selain itu juga harus memiliki jaringan kerjasama dengan lembaga – lembaga
terkait, yang didukung dengan adanya fasilitas dan sarana pembelajaran yang
mudah di akses oleh semua anak.
Ada beberapa kemampuan yang harus dimiliki guru
pendidikan inklusi, sebagaimana dikemukakan Mirriam S (2006), yaitu :
1) Pengetahuan
tentang perkembangan anak.
2) Pemahaman
akan kebutuhan dan nilai interaksi komunikasi dan pentingnya dialog di kelas.
3) Pemahaman
akan pentingnya mendorong rasa
penghargaan diri anak berkaitan dengan perkembangan, motivasi dan belajar
melalui suatu interaksi positif dan berorientasi sumber.
4) Pemahaman
tentang “Konvensi Hak Anak” dan implikasinya terhadap implementasi pendidikan
dan perkembangan semua anak.
5) Pemahaman
tentang pentingnya menciptakan lingkungan yang ramah terhadap pembelajaran yang
berkaitan dengan isi, hubungan sosial, pendekatan dan metode dan bahan
pembelajaran.
6) Pemahaman
arti pentingnya belajar aktif dan pengembangan pemikiran kreatif dan logis.
7) Pemahaman
pentingnya evaluasi dan asesmen berkesinambungan oleh guru.
8) Pemahaman
konsep inklusi dan pengayaan serta cara pelaksanaan inklusi dan pembelajaran
yang berdeferensi.
9) Pemahaman
terhadap hambatan belajar termasuk yang disebabkan oleh kecacatan fisik atau
mental.
Pemahaman konsep
pendidikan berkualitas dan kebutuhan akan implementasi pendekatan dan metode
baru.
1.
Pendidikan
Segregrasi
Hakikat Pendidikan segregatif merupakan
sistem pendidikan dimana anak berkelainan
terpisah dari sistem pendidikan anak normal. Penyelengggaraan sistem pendidikan
segregasi dilaksanakan secara khusus dan terpisah dari penyelenggaraan
pendidikan untuk anak normal.
Pendidikan segregasi adalah sekolah yang
memisahkan anak berkebutuhan khusus dari sistem persekolahan reguler. Di
Indonesia bentuk sekolah segregasi ini berupa satuan pendidikan khusus atau
Sekolah Luar Biasa sesuai dengan jenis kelainan peserta didik. Seperti SLB/A
(untuk anak tunanetra), SLB/B (untuk anak tunarungu), SLB/C (untuk anak
tunagrahita), SLB/D (untuk anak tunadaksa), SLB/E (untuk anak tunalaras), dan
lain-lain. Satuan pendidikan khusus (SLB) terdiri atas jenjang TKLB, SDLB,
SMPLB dan SMALB. Sebagai satuan pendidikan khusus, maka sistem pendidikan yang
digunakan terpisah sama sekali dari sistem pendidikan di sekolah reguler, baik
kurikulum, tenaga pendidik dan kependidikan, sarana prasarana, sampai pada
sistem pembelajaran dan evaluasinya. Kelemahan dari sekolah segregasi ini
antara lain aspek perkembangan emosi dan sosial anak kurang luas karena
lingkungan pergaulan yang terbatas.
System
pendidikan segregasi merupakan system pendidikan yang paling tua. Pada awal
pelaksanaan, system ini
diselenggarakan karena adanya kekhawatiran atau keraguan terhadap kemampuan
anak berkebutuhan khusus untuk belajar bersama dengan anak normal.
Selain itu, adanya kelainan fungsi tertentu pada anak berkebutuhan khusus
memerlukan layanan pendidikan dengan menggunakan metode yang sesuai dengan
kebutuhan khusus mereka. Misalnya, untuk anak tunanetra, mereka memerlukan
layanan khusus berupa Braille, orientasi mobilitas.
Fasilitas
dan sarana Pendidikan segregatif
·
Tersedia
alat-alat bantu belajar yang dirancang khusus untuk siswa. Sebagai contoh
tunanetra, seperti buku-buku Braille, alat bantu hitung taktual, peta timbul,
dll.
·
Jumlah
siswa dalam satu kelas tidak lebih dari delapan orang sehingga guru dapat
memberikan layanan individual kepada semua siswa.
·
Lingkungan
sosial ramah karena sebagian besar memiliki pemahaman yang tepat mengenai
disability anak.
·
Lingkungan
fisik aksesibel karena pada umumnya dirancang dengan mempertimbangkan masalah
mobilitas disability, dan kami mendapat latihan keterampilan orientasi dan
mobilitas, baik dari instruktur O&M maupun tutor sesama disability.
·
Dapat
menemukan orang disability yang sudah berhasil yang dapat dijadikan sebagai
model.
Ada
empat bentuk penyelenggaraan pendidikan dengan system segregasi, yaitu:
a) Sekolah
Luar Biasa (SLB)
Bentuk
Sekolah Luar Biasa merupakan bentuk sekolah yang paling tua. Bentuk SLB
merupakan bentuk unit pendidikan. Artinya, penyelenggaraan sekolah mulai dari
tingkat persiapan sampai dengan tingkat lanjutan diselenggarakan dalam satu
unit sekolah dengan satu kepala sekolah.
b) Sekolah
Luar Biasa Berasrama
Sekolah
Luar Biasa Berasrama merupakan bentuk sekolah luar biasa yang dilengkapi dengan
fasilitas asrama. Peserta didik SLB berasrama tinggal diasrama. Pengelola
asrama menjadi satu kesatuan dengan pengelola sekolah, sehingga di SLB tersebut
ada tingkat persiapan, tingkat dasar, dan tingkat lanjut, serta unit asrama.
c) Kelas
jauh/ Kelas Kunjung
Kelas
jauh/ Kelas Kunjung merupakan lembaga yang diadakan untuk memberikan pelayanan
pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus yang tinggal jauh dari SLB atau SDLB.
Pengelenggaraan kelas jauh/ kelas kunjung merupakan kebijaksanaan pemerintahan
dalam rangka menuntun wajib belajar serta pemerataan kesempatan belajar.
Anak
berkebutuhan khusus tersebar di seluruh pelosok tanah air, sedangkan
sekolah=sekolah yang khusus mendidik mereka masih sanagt terbatas di
kota/kabupaten. Oleh karena itu, dengan adanya kelas jauh/ kelas kunjung ini
diharapkan layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus semakin luas.
d) Sekolah
Dasar Luar Biasa
Sekolah
Dasar Luar Biasa merupakan unit sekolah yang terdiri dari berbagai kelainan
yang dididik dalam satu tiap. Dalam SDLB terdapat anak tunanetra, tunarungu,
tunagrahita dan tunadaksa. Tenaga kependidikan
di SDLB terdiri dari kepala sekolah, guru untuk anak tunanetra, guru
untuk anak tunarungu, guru untuk anak tunagrahita, guru untuk anak tunadaksa,
guru agama dan guru olahraga.
Kurikulum
yang digunakan di SDLB adalah kurikulum yang digunakan di SLB untuk tingkat
dasar yang sesuaikan dengan kekhususannya. Kegiatan belajar dilakukan secara
individual, kelompok dan klasikal sesuai dengan kegunaan masing-masing
pendekatan yang dipakai juga lebih ke pendekatan individual.
·
Keunggulan dan kelemahan pendidikan segregatif
Keuntungan
system pendidikan segregasi:
a. Rasa ketenangan pada anak luar biasa
b. Komunikasi yang mudah dan lancar
c. Metode pembelajaran yang khusus sesuai
dengan kondisi dan kemampuan anak.
d. Guru dengan latar belakang pendidikan
luar biasa
e. Mudahnya kerjasama dengan
multidisipliner.
f. Sarana dan prasarana yang sesuai.
g. Merasa diakui kesamaan haknya dengan anak normal
terutama dalam memperoleh pendidikan
h. Dapat mengembangakan bakat ,minta dan
kemampuan secara optimal
i.
Lebih
banyak mengenal kehidupan orang normal
j.
Mempunyai
kesempatan untuk melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi
k. Harga diri anak luar biasa meningkat
l.
Dapat
menumbuhkan motipasi dalam belajar
m. Guru lebih mudah untuk merencanakan dan
melakukan pembelajaran karena siswanya homogen
n.
Siswa
tidak menjadi bahan ejekan dari siswa lain yang normal
·
Kelemahan
system pendidikan
segregasi:v
a. Sosialisasi
terbatas
b. Penyelenggaraan
pendidikan yang relative mahal
c. Bebas
bersaing
d. Egoistik,
menumbuhkan kesenjangan kualitas pendidikan.
e. Efektif
dan efisien untuk kepentingan individu
f. Menumbuhkan
disintegrasi
g. Tidak
terikat
h. Mahal
dan butuh fasilitas banyak Spesifik dan spesialis
i.
Memperlemah persatuan nasional
potensial untuk pengembangan otonomi
2.
Bentuk
Layanan Pendidikan Terpadu/Integrasi
Bentuk
Layanan Pendidikan Terpadu/Integrasi adalah system pendidikan yang memberikan
kesempatan kepada anak
berkebutuhan khusus untuk belajar bersama-sama dengan anak biasa(normal)
disekolah umum. Dengan demikian, melalui system integrasi anak berkebutuhan
khusu bersama-sama dengan anak
normal belajar dalam satu atap.
System
pendidikan integrasi disebut juga system pendidikan terpadu, yaitu system
pendidikan yang membawa anak berkebutuhan khusus kepada suasana ketepaduan
dengan anak normal. Keterpaduan tersebut dapat bersifat menyeluruh, sebagaian,
atau keterpaduan dalam rangka sosialisasi.
Pada
system keterpaduan secara penuh dan sebagian, jumlah anak berkebutuhan khusus
dalam satu kelas maksimal 10% dari jumlah siswa keselurahan. Selain itu dalam
satu kelas hanya ada satu jenis kelainan. Hal ini untuk menjaga agar beban guru
kelas tidak terlalu berat, dibanding jika guru harus melayani berbagai macam
kelainan.
Ada
tiga bentuk keterpaduan dalam layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus
menurut depdinas (1986). Ketiga bentuk tersebut adalah
a) Bentuk
Kelas Biasa
Dalam
bentuk keterpaduan ini anak berkebutuhan khusus belajar di kelas biasa secara
penuh dengan menggunakan kurikulum biasa. Oleh karena itu sangat diharapkan
adanya pelayanan dan bantuan guru kelas atau guru bidang studi semaksimal
mungkin dengan memperhatikan petunjuk- petunjuk khusus dalam melaksanakan kegiatan belajar-mengajar di
kelas biasa. Dalam keterpaduan ini guru pembimbing khusus hanya berfungsi
sebagai konsultan bagi kepala sekolah, guru kelas/guru bidang studi, atau orang
tua anak berkebutuhan khusus. Seagai konsultan, guru pembimbing khusus
berfungsi sebagai penasehat mengenai kurikulum, maupun permasalahan dalam
mengejar anak berkebutuhan khusus. Oleh karena itu perlu disediakan ruang
konsultasi untuk guru pembimbing khusus.
Pendekatan,
metode, cara penilain yang digunakan pada kelas biasa itu tidak berbeda dengan
yang digunakan pada sekolah umum. Tetapi untuk beberapa mata pelajaran yang
disesuaikan dengan ketunaan anak. Misalnya, anak tunanetra untuk pelajaran menggambar, matematika,
menulis, membaca perlu disesuaikan dengan kondisi anak. Untuk anak tunarungu
mata pelajaran kesenian, bahasa asing perlu disesuaikan dengan kemampuan wicara
anak.
b) Kelas
Biasa dengan Ruang Bimbing Khusus
Anak
berkebutuhan khusus belajar di kelas biasa dengan menggunakan kurikulum biasa
serta mengikuti pelayanan khusus untuk mata pelajaran tertentu yang tidak dapat
diikuti oleh anak berkebutuhan khusus bersama anak normal. Pelayanan khusus tersebut diberikan di
ruang bimbingan khusus oleh guru pembimbing khusu oleh guru pembimbing khusus
(GPK), dengan menggunakan pendekatan individu dan metode peragaan yang sesuai.
Untuk keperluan tersebut, di ruang bimbingan khusus dilengkapi dengan peralatan
khusus untuk memberikan latihan dan bimbingan khusus. Mislanya anak tunanetra,
di ruang bimbing
khusus disediakan alat tulis Braille, peralatan orientasi mobilitas. keterpaduan pada
tingkat ini sering disebut juga keterpaduan sebagian.
c) Bentuk
Kelas Khusus
Dalam
keterpaduan ini anak berkebutuhan khusus mengikuti pendidikan sama dengan
kurikulum di SLB secara penuh di kelas khusus pada sekolah umum yang
melaksanakan program pendidikan terpadu. Keterpaduan ini disebut juga
keterpaduan local/bangunan atau keterpaduan yang bersifat sosialisasi.
Pada
tingkat keterpaduan ini, guru pembimbing khusus berfungsi sebagai pelaksana
program di kelas khusus Pendekatan, metode, dan cara penilaian yang biasa
digunakan di SLB. Keterpaduan pada tingkat ini hanya bersifat fisik dan social,
artinya anak berkebutuhan khusus dapat dipadukan untuk kegiatan yang bersifat
non akademik, seperti olahraga, keterampilan, juga sosialisasi pada waktu
jam-jam istirahat atau acara lain yang diadakan oleh sekolah.
Kenyataan ini menunjukkan pada publik bahwa pendidikan
inklusi yang kini berjalan belum terealisasi secara maksimal. Tidaklah
mengherankan jika paradigma baru ini belum mampu diterima masyarakat
sepenuhnya. Maka itu seperti yang telah tertulis, partisipasi masyarakat
merupakan komponen yang sangat penting bagi keberhasilan program baru ini.
Agaknya pemerintah harus lebih gencar dalam mengupayakan realisasi pendidikan
inklusi ini, salah satunya melalui pemberdayaan partisipasi masyarakat dalam
pendidikan inklusi.
Partisipasi masyarakat dan adanya kemandirian
menetukan berjalannya kebijakan sekolah inklusi ini. Karena dalam sekolah
inklusi ini dibutuhkan kerjasama antara masyarakat dengan pengajar di kelas
untuk menciptakan dan menjaga komunitas kelas yang hangat, menerima
keanekaragaman, dan menghargai perbedaan.
Selain itu dalam sekolah inklusi, guru-guru diharuskan
untuk mengajar secara interaktif. Hal ini nantinya dapat menciptakan komunikasi
antar guru dan siswa, sehingga dapat timbul kedekatan. Dengan adanya kedekatan
tersebut akan menghilangkan adanya isolasi profesi. Dalam sekolah inklusi,
makna orang tua juga berperan dalam menentukan perencanaan baik dari segi
perencanaan kurikulum di sekolah maupun bantuan belajar di rumah.
A.Kemungkinan
Ancaman Terhadap Inklusi
Pendidikan
inklusi bukanlah hal yang baru bagi dunia pendidikan di Indonesia. Pendidikan
inklusi adalah metode pendidikan yang memberikan kesempatan bagi anak
berkebutuhan khusus untuk menuntut ilmu bersama dengan anak pada umumnya dengan
lingkungan yang sama. Dapat dikatakan pendidikan inklusi berbeda dengan SLB
yang selama ini kita kenal sebagai solusi bagi pendidikan anak berkebutuhan
khusus. Menurut Prof. Dr. Frieda Mangunsong, M.Ed, P.si yang menyoroti perkembangan dunia pendidikan bahwa saat ini semakin
familiar perihal anak berkebutuhan khusus. “Berbagai artikel dan tayangan di
media massa mengangkat topik tentang autism, tunagrahita, dan berbagai bentuk
kebutuhan khusus lainnya. Perhatian dari pemerintah pun tampak dari layanan
pendidikan khusus yang disediakan bagi mereka, sebagaimana dijelaskan dalam
Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Dirjen
Manajmen Dikdasmen, 2006)” tulis Prof. Frieda dalam artikelnya yang berjudul
“Gambaran Emosional Anak Berkebutuhan Khusus”.
Perkembangan
sekolah inklusi ini ditandai dengan mulai banyaknya kita jumpai
institusi-institusi pendidikan yang mulai menyediakan layanan pendidikan khusus
bagi ABK. Namun apakah lembaga-lembaga layanan ini dapat menjadi solusi yang
tepat bagi ABK? Bagi orang yang belum mengenal inklusi maka akan menganggap
bahwa metode pengajaran ini akan memaksakan anak yang tidak mampu menjadi mampu
karena menganggap bahwa metode yang diterapkan sama dengan yang diterapkan pada
anak lain pada umumnya.
Ada beberapa
argumen yang menyatakan bahwa pendidikan inklusi merupakan hak asasi manusia:
(1) Semua anak memiliki hak untuk belajar bersama. (2) Anak-anak seharusnya
tidak dihargai atau didiskrimasikan dengan cara dikeluarkan dan disisihkan
hanya karena kesulitan belajar dan ketidakmampuan mereka. (3) Orang dewasa yang
cacat yang menggambarkan diri mereka sendiri sebagai pengawas sekolah khusus
menghendaki akhir dan segregasi (pemisahan sosial) yang terjadi selama ini. (4)
Tidak ada alasan yang sah untuk memisahkan anak dari pendidikan mereka, anak-anak
milik bersama dengan kelebihan dan kemanfaat untuk setiap orang dan mereka
tidak butuh dilindungi satu sama lain (CSIE, 2005).
J. David
Smith (2009, Inklusif Seklah Ramah untuk Semua) menyatakan bahwa pendidikan
inklusif sangat menekankan pada penilaian dari sudut kepemilikan anugerah yang
sama dari setiap peserta didik, artinya setiap peserta didik memiliki hak dan
kesempatan yang sama untuk mengakses pendidikan dengn persyaratan-persyaratan
yang sama serta fasilias-fasilitas pendidikan yang terpisah bersifat tidak sama
atau seimbang. Menurut Ifdlali (2010, Pendidikan Inklusi: Pendidikan Terhadap
Anak Berkebutuhan Khusus) untuk mengatasi semua permsalahan yang terdapat pada
pendidikan inklusif menggunakan kurikulum sekolah regular yang dimodifikasi sesuai
dengan tahap perkembangan anak berkebutuhan khusus, dengan mempertimbangkan
karakteristik dan tingkat kecerdasannya. Tahapan memodifikasi kurikulum
diantaranya: alokasi waktu, isi atau materi kurikulum, proses belajar mengajar,
sarana prasarana, lingkungan belajar dan pengelolaan kelas. Dengan memodifikasi
kurikulum maka akan terwujudnya tatanan sosial yang inklusif, tanpa harus
mengesegmentasikan pendidikan. Guru mengembangkan kemampuan masing-masing siswa
dan memberikan apa yang dibutuhkan oleh siswa dengan kata lain pendidikan
inklusi ini akan lebih memperhatikan perbedaan individu yang dimiliki oleh
masing-masing siswa.
Penyelenggaraan
Pendidikan inklusif di Indonesia sampai saat ini memang masih mengundang
kontroversi (Sunardi, 1997). Namun praktek sekolah inklusif memiliki berbagai
manfaat. Misalnya adanya sikap positif bagi siswa berkelainan yang berkembang
dari komunikasi dan interaksi dari pertemanan dan kerja sebaya. Siswa belajar untuk sensitif, memahami, menghargai, dan menumbuhkan rasa
nyaman dengan perbedaan individual.Selain itu, anak berkelainan belajar
keterampilan sosial dan menjadi siap untuk tinggal di masyarakat karena mereka
dimasukkan dalam sekolah umum. Dandengan sekolah inklusi, anak terhindar dari
dampak negatif dari sekolah segregasi, antara lain kecenderungan pendidikannya
yang kurang berguna untuk kehidupan nyata, label“cacat”yang memberi stigma pada
anak dari sekolah segregasi membuat anak merasa inferior, serta kecilnya
kemungkinan untuk saling bekerjasama, dan menghargai perbedaan. Manfaat sekolah inklusi bukan hanya dirasakan oleh si anak, namun berdampak
pula bagi masyarakat. Dampak yang paling esensial adalah sekolah inklusi
mengajarkan nilai sosial berupa kesetaraan. Berdasarkan pengalaman dari sekolah
segregasi, anak berkelainan disorot sebagai ancaman bagi masyarakat, maka dari
itu harus dipisahkan, dan dikontrol oleh sekolah, bukan dibantu.
Menurut
Penasehat Kelompok Kerja Pendidikan Inklusif (Pokjasif) Kota Depok,Yayuk
pendidikan inklusi memberikan manfaat bagi ABK maupun siswa pada umumnya. Untuk
ABK, diharapkan dengan adanya penggabungan kelas dan belajar bersama dengan
anak pada umunya dapat memacu keberanian berkomunikasi dan sosialisasi. Sama
halnya dengan anak pada umumnya dapat melatih kepedulian terhadap sesama, yang
sesuai dengan pendidikan karakter yang menjadi prioritas pendidikan di
Indonesia saat ini. Intinya,Education for All, persamaan hak mendapatkan
pendidikan. Tujuan dari pendidikan inklusif ini sesuai dengan amanat Education
for All yang dibasiskan pada Permendiknas RI No.70 Tahun 2009 Pasal 1.
Diharapkan metode pembelajaran inklusi ini adalah
solusi yang tepat bagi ABK untuk dapat mengenyam pendidikan yang sama, setara
dan bersama dengan anak pada umumnya tanpa mehilangkan kelebihan yang mereka
miliki. Sehingga ABK pun dapat menjadi bagian dari masyarakat yang tidak
dipandang sebelah mata.
DAFTAR PUSTAKA
Suparno, Purwanto, Heri dan Edi Purwanto. 2007. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus.
Banjarmasin: Dinas Pendidikan Kalimantan Selatan
Anonymous. 2015. “Education
for All Pendidikan Bagi ABK”. http://www.kompasiana.com/deasysera/education-for-all-pendidikan-bagi-abk_54f6c7dca33311de5b8b4841.
Diakses pada 20 September 2016
Anonymous. 2010. http://lukmancoroners.blogspot.co.id/2010/04/disusun-oleh-nouval-neni-kurnianingsih.html. Diakses Pada 20
September 2016
Sangat bermanfaat
BalasHapusLucky Club Lucky Club Casino Site - Lucky Club.live
BalasHapusThe Lucky Club Casino site is an excellent casino to play slot machines and other sports. It's luckyclub built on a strong foundation for many years