A.
Implementasi
Inklusif
Ada beberapa faktor
yang harus dipertimbangkan dalam implementasi pendidikan inklusif, beberapa
faktor dimaksud menurut skjorten, Miriam D (2003:53-58) adalah; (1) Kebijakan –
hukum – undang-undang – ekonomi, yaitu perlunya ada undang-undang khusus yang
mengakomodasi implementasinya; (2) Sikap – pengalaman – pengetahuan, yaitu
berkenaan dengan pengakuan hak anak serta kemampuan dan potensinya; (3)
Kurikulum lokal, reginal dan nasional; (4) Perubahan pendidikan yang potensial,
inklusi harus didukung oleh reorientasi di lapangan, dalam bidang pendidikan
guru dan penelitian; (5) kerjasama lintas sektoral; (6) Adaptasi lingkungan,
dan (7) penciptaan lapangan kerja.
Di Indonesia sendiri Pelaksanaan pendidikan inklusif di sekolah
didasarkan pada beberapa landasan, filosofis dan yuridis-empiris. Secara
filosofis, implementasi inklusi mengacu pada beberapa hal, diantaranya, bahwa :
a. Pendidikan
adalah hak mendasar bagi setiap anak, termasuk anak berkebutuhan khusus
b. Anak
adalah pribadi yang unik yang memiliki karakteristik, minat, kemampuan dan
kebutuhan belajar yang berbeda
c. Penyelenggaraan
pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara orang tua masyarakat dan
pemerintah
d. Setiap
anak berhak mendapat pendidikaan yang layak
e. Setiap
anak berhak memperoleh akses pendidikan yang ada di lingkungan sekitarnya
Sedangkan
landasan yuridis-empirisnya mengacu pada :
a. UUSPN
No 20 tahun 2003, Pasal 5 Ayat (1). (2)
b. U
U D 1945 Pasal 31 ayat (1) & (2), dan (3)
c. Permen
No 22 dan 23 Tahun 2006
a) Deklarasi
Hak Asasi Manusia, 1948
b) Konvensi
Hak Anak, 1989
c) Konferensi
Dunia tentang Pendidikan untuk Semua, 1990
d) Resolusi
PBB nomor 48/96 tahun 1993 tentang
e) Persamaan
Kesempatan bagi Orang Berkelainan
f) Pernyataan
Salamanca (1994) tentang Pendidikan Inklusi Komitmen Dakar (2000) mengenai
pendidikan untuk Semua Deklarasi Bandung (2004) & Rekomendasi Bukittinggi
(2005) komitmen “pendidikan inklusif’.
Kendati demikian, selama ini masih ada beberapa persoalan
prinsip yang menyangkut pelaksanaan pendidikan inklusif di sekolah. Di satu
sisi, sesuai dengan perundangan yang ada pendidikan inklusif hanya berlaku bagi
anak-anak berkebutuhan khusus yang kemampuan intelektualnya tidak berada di
bawah rata-rata. Sedangkan secara konsep filosofis, sebenarnya inklusi adalah
wadah semua anak berkebutuhan khusus termasuk diantaranya anak-anak yang berkemampuan intelektualnya
berada di bawah rata-rata.
B.
Kerjasama
dengan berbagai pihak
Idealnya, implementasi pendidikan inklusif
di setiap sekolah perlu di dukung oleh sebuah lembaga supporting. Salah satu
lembaga yang di harapkan muncul adalah resource center(pusat penanganan ABK).
Penanganan anak-anak pada umumnya dalam setting pendidikan inklusif, bisa jadi
cukup ditangani oleh sekolah regular penyelenggara inklusif tersebut ada ABK(
ingat, pendidikan inklusif tidak hanya untuk ABK, namun untuk kepentingan semua
anak), maka penanganannya perlu mendapatkan dukungan dari pihak lain, salah satunya
yang sangat diharapkan yaitu lembaga pusat sumber.
Pusat sumber sebaiknya dibentuk oleh
pemerintah, agar bisa menjangkau lebih banyak sekolah-sekolah regular.
Setidaknya setiap kabupaten/kota terdapat satu lembaga pemerintah dibawah dinas
pendidikan( setingkat UPT). Muncul nya gagasan lembaga pusat sumber di
Indonesia selama ini masih belum mengembirakan. Sebenarnya gagasan berdiri nya pusat sumber sudah di rintis setidaknya pada tahun 2000an. Gagasan pusat
sumber akan memanfaatkan sekolah-sekolah luar biasa. Beberapa sekolah luar
biasa ada yang di tunjuk sebagai pendukung dan ada yang di tunjuk sebagai
imbas. Konsep/gagasan tersebut sempat luntur kerena gejolak otonomi daerah dan
sekarang masih belum jelas nasibnya.
DI-era otonomi daerah sekarang ini justru gerakan untuk mempunyai pusat
sumber masih menggelora. Konsep memanfaatkan sekolah-sekolah luar biasa dirasa
masih menjadi solusi di beberapa daerah.
C.
Penyelenggaraan
pendidikan Inklusi
§
Sekolah
Inklusi
Sekolah inklusi
adalah suatu pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan dengan
mengikutsertakan anak berkebutuhan khusus dan atau yang mengalami hambatan
dalam akses pendidikan untuk memperoleh pendidikan yang bermutu bersama-sama
dengan peserta didik lain pada umunya.
Stainback (1980)
menyatakan bahwa sekolah penyelenggaraan pendidikan khusus Inklusi adalah
sekolah yang menampung semua murid dikelas yang sama, sekolah harus menyediakan
program pendidikan yang layak, menantang tetapi disesuaikan dengan kemampuan
dan kebutuhan setiap murid. Artinya,
sekolah tersebut menanyakan bantuan dan dukungan yang dapat diberikan
oleh para guru, agar anak-anak berhasil dalam belajar sesuai dengan potensinya.
Dengan kata lain, sekolah penyelenggaraan inklusi harus aksesibel terhadap
semua peserta didik sesuai dengan hambatan yang dialami dan potensi serta
kebutuhan pengembangannya yang beragam, baik dalam hal kebijakan manajemen,
sarana dan prasarana, kurikulum dan pembelajaran, evaluasi maupun pembiayaan
pendidikan.
§
Kriteri
sekolah penyelenggaran pendidikan inklusi
Menurut Suparno dkk (2007:2-23) sekolah penyelenggara
pendidikan inklusi harus memenuhi beberapa persyaratan yang sudah ditentukan,
antara lain : keberadaan siswa berkebutuhan khusus, konsisten terhadap
pendidikan inklus, manajemen sekolah, sarana dan prasarana serta ketenagaan.
Adapun kriteria calon sekolah
penyelenggara pendidikan inklusif yaitu:
1. Kesiapan
sekolah untuk menyelenggarakan program pendidikan inklusif (kepala sekolah,
komite sekolah, guru, peserta didik, dan orang tua).
2. Terdapat
anak berkebutuhan khusus di lingkungan sekolah.
3. Tersedia
guru pendidikan khusus (GPK) dari PLB (guru tetap sekolah atau guru yang
diperbantukan dari lembaga lain).
4. Komitmen
terhadap penuntasan wajib belajar.
5. Memiliki
jaringan kerjasama dengan lembaga lain yang relevan.
6. Tersedia
sarana penunjang yang mudah diakses oleh semua anak.
7. Pihak
sekolah telah memperoleh sosialisasi tentang pendidikan inklusif.
8. Sekolah
tersebut telah terakreditasi.
9. Memenuhi
prosedur administrasi yang ditentukan.
D.
Elemen
– elemen pendidikan Inklusi
1. Welcoming
School
Dimaknai sebagai sekolah yang ramah, terbuka dan menjadi
sekolah yang siaga. Raham dimaksudkan sebuah sekolah menjadi tempat yang
menyenangkan, nyaman dan aman bagi setiap warga sekolah. Terbuka artinya setiap
warga masyrakata (terutama masyarakat sekitarnya) bisa dan mudah mengakses
sekolah sebagai tempat untuk belajar, tanpa ada diskriminasi. Siaga artinya
sekolah menjadi tempat untuk meningkatkan sumber daya, mengatasi berbagai
permaslahan, bahkan diharapkan bisa mengentaskan masyarkatan dari keterpurukan
masa depan. Langkah yang dapat dilakukan untuk mendapat peringkat welcoming
school :
1. Peraturan
sekolah yang ramah
2. Jemput
bola dengan melakukan pendataan dan memotivasi msyarakat untuk bersekolah.
3. Mempertimbangkan
aksibilitas
4. Mempunyai
tempat untuk aktivitas orang tua anak.
5. Sekolah
yang melindungi siswa dari bahaya kecelakaan, penculikan, peredaran narkoba dan
kekerasan.
6. Sekolah
yang mempertimbangkan kesehatan.
2. Welcoming
Teacher
Munculnya pardigma pendidikan
inklusi, selain memiliki kompetensi guru juga diharuskan mempunyai predikat
welcoming teacher. Welcoming teacher dimaknai menjadi guru yang ramah.
Cakupannya tidak hanya lemah lembut dan santun tetapi arti luas yang dapat
memenuhi kebutuhan peserta didik dalam 3 ranah yaitu kognitif, afektif dan
psikomotorik. Pendidikan seringkali mengabaikan kebutuhan afektif dan lebih
mengutamakan kebutuhan kognitif.
Hal-hal yang bisa dilakukan untuk
menjadi welcoming teacher adalah sebagai berikut :
1. Guru
harus mengetahui kondisi fisik maupun psikis peserta didik, termasuk kesehatan,
intelegensi anak, sifat/karakter anak, dsb.
2. Guru
yang penolong, bukan guru yang mudah memberikan hukuman atau panisment.
3. Guru
yang tidaak mempermalukan anak.
4. Guru
yang dapat mengatasi jika ada anak yang dipermalukan oleh anak lain.
5. Guru
yang empati terhadap hambatan belajar siswa.
6. Guru
yang segera mungkin berusaha mengatasi hambatan belajar siswa.
7. Guru
yang selalu memperhatikan perkembangan anak.
8. Guru
yang dapat menjalin hubungan baik dengan orang tua anak dan pihak lainnya.
3. Menekankan
Kerjasama Daripada Persaingan
Tidak bisa dipungkiri kompetisi
cukup efektif untuk bisa meningkatkan motivasi belajar bahkan prestasi belajar
siswa. Namun bisakan motivasi dimunculkan dengan cara yang ramah ? tentu bisa
dengan cara menekankan kerjasama daripada persaingan. Aktifitas kerjasama dalam
belajar menjadi unsure yang penting dalam mengimplementasikan paradigma
pendidikan inkludi.
Kerja sama akan mendidik siswa menjadi
manusia yang santun, berlatih empati dan mengasah kepedulian sosial. Juga kan
membuat siswa saling melengkapi dan menerima. Kerja sama membuat semua siswa
tidak ada yang tidak berperan. Kesempurnaan akan tercipta jika kita melakukan
kerja sama. Membiasakan kerja sama membuat manusia berbudaya, berkarakter,
saling menghargai, saling menyayangi sesama.
4. Kurikulum
yang Fleksibel
Sekolah tidak harus membuat
kurikulum tersendiri. Kurikulum yajng dipakai adalah kurikulum yang berlaku
disekolah tersebut namun kurikulum yang dipakai harus berpeluang untuk
dimodifikasi, manakala ada siswa yang mengalami hambatan untuk diterapkannya
kurikulum yang ada atau ada siswa yang justru bisa melampaui kurikulum yang
ada. Kurikulum yang demikian disebut kurikulum yang fleksibel. Modifikasi
kurikulum perlu dilakukan agar setiap siswa mendapat pembelajaran yang sesuai
dengan kondisi individual siswa. Penetapan siswa yang memerlukan modifikasi
kurikulum ditentukan dari hasil identifikasi dan asesmen.
5. Perlunya
Guru Pembimbing Khusus (GPK)
Teori
tentang paradigma pendidikan inklusif sebenarnya terdapat profesi yang disebut
itinerant teacher dan special teacher. Itenerant teacher adalah guru yang sudah
ada di anggap professional dalam
penanganan ABK. Itenerant teacher lebih banyak bertugas sebagai konsultan dan
berkedudukan/ berkantor di sekolah umum/regular. Special teacher direkrut dari
sarjana special need education ( di Indonesia Sarjana PLB) atau direkrut dari
guru regular yang spesifik mendapatkan trining tentang penanganan ABK. Guru
khusus tersebut langsung secara praktis bekerjasama dengan guru kelas untuk
menangani hambatan belajar anak termasuk hambatan belajar dari anak- anak yang
tergolong ABK. Jabatan itinerant teacher berasal dari guru-guru yang mempunyai
prestasi sebagai special teacher. Di Indonesia sepertinya yang berkembang
adalah GPK yang lebih mirip dengan
istilah special teacher. Implementasi
profesi yang mirip itinerant teacher sepertinya masih jauh.
E.
Layanan
dalam pendidikan Inklusi
Layanan dalam
pendidikan inklusi harus memperhatikan hasil identifikasi dan assement anak
berkebutuhan khusus. Berdasarkan hasil identifikasi dan assement tersebut
dikembangkan berbagai kemungkinan alternative program pelayanan sesuai dengan
kebutuhannya. Beberapa alternatif program pelayanan sesuai dengan kebutuhan
peserta didik diantaranya adalah:
a. Layanan
Pendidikan Penuh
Semua anak termasuk anak berkebutuhan khusus belajar
bersama didalam komunitas kelas yang beragam dibawah bimbingan guru kelas, guru
bidang studi atau guru lainnya. Sedangkan peran Guru Pendidikan Khusus (GPK)
bertanggung jawab dalam pembuatan program, monitor pelaksanaan programdan
mengevaluasi hasil pelaksanaan program.
b. Layanan
pendidikan yang dimodifikasi
Anak berkebutuhan khusus mengikuti belajar bersama-sama
anak pada umumnya dalam komunitas kelas yang beragam dibawah bimbingan guru
kelas, guru bidang studi atau guru lainnya untuk mata pelajaran dan aktivitas
yang dapat diikuti oleh anak berkebutuhan khusus dengan menggunakan Program
Pembelajaran Individual (PPI).
c. Layanan
pendidikan individualism
Anak berkebutuhan khusus mengikuti proses belajar
bersama-sama anak pada umunya dalam komunitas kelas yang beragam dibawah
bimbingan penuh GPK dalam melaksanakan PPI.Jika memang ada anak yang mengalami
hambatan belajar dan hambatan belajarnya tersebut bisa mengganggu anak-anak
lainnya (misalnya ada anak Autis sedang tantrum), maka diperkenankan untuk
sementra layanan individual dilakukan diluar kelasnya yaitu dengan cara ditarik
dari kelasnya dan jika telah selesai maka anak tersebut dikembalikan ke
kelasnya.
Untuk memperlancar pelaksaan ketiga alternatif program layanan
tersebut perlu didukung oleh unit khusus yang berfungsi sebagai supporting
program pendidikan inklusi. Supporting program yang dimaksud dapat berbentuk:
layanan remedial, layanan bimbingan, layanan latihan dan pengembangan, layanan
assement, dan layanan observasi.
F.
Manajemen
Sekolah Inklusi
Upaya peningkatan mutu
pendidikan disekolah inklusi perlu didukung oleh kemampuan manajerial Kepala
Sekolah. Kepala Sekolah hendaknya berupaya untuk mendayagunakan sumber-sumber
daya, baik personal maupun sarana prasarana secara optimal guna menunjang
tercapainya tujuan pendidikan disekolah. Tidak kalah pentingnya sekolah harus
mampu mengembangkan kurikulum sesuai dengan tingkat, perkembangan dan
karakteristik peserta didik agar lulusan memiliki kompetensi untuk bekal hidup
(life skill). Ruang lingkup manajemen sekolah dalam rangka pendidikan inklusi
sekurang-kurangnya mencakup :
1) Pengelolaan
peserta didik
2) Pengelolaan
kurikulum
3) Pengelolaan
pembelajaran
4) Pengelolaan
penilaian
5) Pengelolaan
pendidik dan tenaga kependidikan
6) Pengelolaan
sarana dan prasarana
7) Pengelolaan
pembiayaan
8) Pengelolaan
sumberdaya masyarakat.
G.
Identifikasi
dan Asesment dalam Penerimaan Peserta Didik di Sekolah Inklusi
Ø Identifikasi
Setiap guru
harus mengetahui latar belakang dan kebutuhan masing-masing peserta didik.
Tujuannya agar dapat memberikan pelayanan dan bantuannya dengan tepat. Halini
disebabkan karena setiap peserta didik memiliki kebutuhan yang berbeda, baik
karena faktor yang bersifat permanen seperti hambatan penglihatan, hambatan
pendengaran, hambatan fisik, ataupunyang tida permanen seperti, masalah sosial,
bencana alam, dan lain-lain. Oleh karena
itu penting bagi guru memiliki kemampuan mengidentifikasi peserta didik atau
calon peserta didik untuk mengetahui ada tidaknya anak berkebutuhan khusus yang
perlu mendapatkan layanan pendidikan sesuai dengan kebutuhannya.
·
Hakekat
Identifikasi ABK
Istilah identifikasi
dimaknai sebagai proses penjaringan, sedangkan assessment dimaknai sebagai
penyaringan. Identifikasi anak dimaksud sebagai suatu upaya seseorang (orang
tua, guru maupun tenaga pendidikan lainnya) untuk melakukan proses penjaringan
terhadap anak yang mengalami kelainan dan penyimpangan (phisik, intelektul,
sosial, emosional, tingkah laku) dalam rangka memberikan pendidikan yang
sesuai. Hasil dari identifikasi adalah ditemukanya anak –anak berkebutuhan
khusus yang perlu mendapatkan layanan pendidikan khusus melalui program inklusi.
·
Tujuan
Identifikasi anak
berkebutuhan khusus dilakukan untuk lima
keperluan, yaitu:
a.
Penjaringan
(screening)
b.
Pengalih
tanganan (referral)
c.
Klasifikasi
d.
Perencanaan
pembelajaran, dan
e.
Pemantauan
kemajuan belajar
Ø Asesmen
Dapat diartikan sebagai
suatu proses pengumpulan data dan/atau informasi (termasuk di dalamnya
pengolahan dan pendukumentasian) secara sistematis tentang suatu atribut, orang
atau objek, baik berupa data kualitatif maupun kuantitatif tentang jumlah,
keadaan, kemampuan atau kemajuan suatu atribut, objek atau orang/individu yang
dinilai, tanpa merujuk pada keputusan nilai (value
judgement).
Dalam
pelaksanaan assessment pembelajaran guru secara umum dihadapkan pada 3 (tiga)
istilah yang sering dikacaukan pengertiannya atau bahkan sering pula digunakan
secara bersama, yaitu istilah pengukuran, penilaian, dan tes.
1.
Pengukuran
Dalam proses
pembelajaran guru juga melakukan pengukuran terhadap proses dan hasil belajar
yang hasilnya berupaangka - angka yang mencerminkan capaian dan proses dan
basil belajar tersebut.
2.
Evaluasi
Evaluasi adalah proses
pemberian makna atau ketetapan kualitas basil pengukuran dengan cara
membandingkan angka hasil pengukuran tersebut dengan kriteria tertentu.
Kriteria ini dapat berupa proses/kemampuan rata-rata unjuk kerja kelompok dan
berbagai patokan yang lain.
3.
Tes
Tes
adalah seperangkat tugas yang harus dikerjakan atau sejumlah pertanyaan yang
harus dijawab oleh peserta didik untuk mengukur tingkat pemahaman dan
penguasaannya terhadap cakupan materi yang dipersyaratkan dan sesuai dengan
tujuan pengajaran tertentu.
Ada dua jenis assesmen
yang biasa dilakukan secara khusus, yaitu :
1) Asesmen
Fungsional
Asesmen dilakukan untuk
mengetahui sejauh mana kemampuan dan hambatan yang dialami peserta didik dalam
melakukan aktivitas tertentu. Asesmen ini dapat dilakukan oleh guru sekolah.
2)
Asesmen Klinis
Asesmen
klinis dilakukan oleh tenaga professional sesuai dengan kebutuhannya.
Contohnya, assessment untuk mengetahui seberapa besar kemampuan melihat seorang
anak yang memiliki hambatan visual, sehingga dapat menentukan alat bantu visual
apa yang sesuai dengan anak tersebut agar dapat dimanfaatkan dalam melakukan
tugas sehari-hari, baik disekolah maupun dilingkungan masyarakat.
Fungsi Asesmen untuk ABK :
a.
Fungsi
screening/ penyaringan, pada tahap ini asesmen dilakukan untuk keperluan
screening/ penyaringan. Screening ini dilakukan untuk mengidentifikasi siswa
yang mungkin mempunyai problem belajar.
b.
Fungsi
pengalih tanganan/referral, adalah sebagai alat untuk mengalih tangankan kasus
dari kasus pendidikan menjadi kasus kesehatan, kejiwan maupun kasus sosial
ekonomi. Ada bagian yang tidak mungkin ditangani oleh guru sendiri, sehingga
memerlukan keterlibatan professional lain.
c.
Fungsi
perncanaan pembelajaran individu (pendidikan inklusif), dengan berbekal data
yang diperoleh dalam kegiatan asesmen, maka akan tergambar berbagai potensi
maupun hambatan yang dialami anak. Misalnya keterbelakangan mental, gangguan
motorik, persepsi, memori, komunikasi, adaptasi social.
d.
Fungsi
monitoring kemauan belajar, adalah untuk memonitor kemajuan belajar yang
dicapai siswa.
Fungsi evaluasi program. Adalah untuk
mengevaluasi program pembelajaran yang telah dilaksanakan
DAFTAR PUSTAKA
Mudjito,dkk. 2014. Pendidikan Layana Khusus Model-Model dan Implementasi. Jakarta:
Badouse Media
Smith, David.
2015. Sekolah
untuk Semua. Bandung :
Penerbit Nuansa Cendekia
Uno, Hamzah. B dan Koni, Satria. 2014. Assessment
Pembelajaran. Jakarta : Bumi Aksara
Yuwono, imam., Utomo.
2015. Pendidikan Inklusi Paradigma
Pendidikan Ramah Anak. Banjarmasin: Putaka Banua<meta name="google-site-verification" content="7XQKoqDFI0YgE3iWMumZFgPes8c1syMjDgt3gD9HueI" />